Seri cerita dari buku “ Anekdot sufi dari Nasrudin” karya Imam Musbikin mam Ahmad Ibnu Nizar
Setelah melakukan puasa sebulan penuh, tibalah saatnya untuk berhari raya dan saling maaf -memaafkan antar sesama muslim dimanapun berada. Allah akan memberi ampuanan kepada mereka dihari itu. pada umumnya dihari pertama, kebanyakan mereka saling berkunjung kerumah - rumah sanak keluarga dan para tetangga yang dekat, kemudian hari berikutnya mulai menjangkau sanak saudara dan handai taulan yang agak jauh. sebuah budaya yang sangat menyejukkan.
Di hari seperti itulah, pernah terjadi sebuah peristiwa yang menjadikan hati Syafiq tidak pernah melupakannya. ketika itu beberapa orang temannya yang jauh pernah berkunjung kerumahnya untuk menyambung silahturahmi. Namun hidangan dan berbagai kudapan yang disediakan Syafiq tampak kurang lengkap. Maka untuk menjamu tamunya yang lama tidak bertemu ini, ia segara mempersiapkan makanan istemewa dengan lauk daging ayam panggang.
Untuk mempercepat, Syafiq bermaksud membeli ayam panggang itu kesebuah kedai di sebelah kediamannya. Segera saja ia bergegas dengan membawa sejumlah uang. Beberapa saat kemudian, ia segera membawa ayam panggang yang dapat mengundang selera. Kemudian seluruh kawan - kawannya dipersilahkan untuk menikmati hidangan tersebut.
" Saya minta kalian menghabiskannya, jangaS sampai ada yang tersisa!" begitu Syafiq mempersialhkan.
Segera saja kawan - kawannya itu menyantap dengan lahapnya,. Namun sejenak kemudian ada seorang kawan yang tiba - tiba memuntahkannya, malah ia segera beranjak pergi.
Dalam kondisi seperti ini, suasana seakan terbelah dengan perbuatan yang membuat hati Sayfiq kecewa.
"Ayo makan!" begitu ajak Syafiq.
Namun kawan yang satu ini tetap saja beranjak menuju halamn rumah dan menjauhi makanan itu seraya berkata, " Aku sedang tak enak badan, teruskan saja kalian menikmatinya."
Demi rasa setia kawan, seluruh kawan - kawan tadi juga mengurungkan niatnya dan segera beralih ke ruang tamu depan.
Menyadari peristiwa yang aneh ini, Syafiq berinisiatif untuk bertanya kepada penjual ayam panggang itu, bagaimana asal-usul dan cara memprosesnya.
"Kawan, tunggulah sebentar aku akan pergi lagi ke kedai ayam panggang," kata Syafiq.
Ketika itulah Syafiq bertanya mengenai ayam panggang yang telah dibeli tadi dengan sikap yang begitu halus dengan maksud agar tidak menyinggung perasaan si penjual. Sejenak kemudian ia mengakui bahwa ayam yang di beli tadi merupakan ayam yang telah mati sebelum disembelih terlebih dahulu. betapa terkejut hati Syafiq mendengar keterangan ini.
"Maaf Syafiq, ketika itu aku begitu bernafsu untuk memanggang ayam itu sehingga usahaku tidak merugi, aku sendiri juga heran. Namun sialnya, yang membeli bertepatan kamu," begitu kata penjual.
"Sudah kalau begitu, aku mau pulang dan tak perlu uangnya dikembalikan," sahut Syafiq seraya berpamitan.
Setelah sampai di rumah segera saja Syafiq membuang makanan itu dan disaksikan oleh kawan - kawannya. Kali ini Syafiq seakan mau menangis melihat kawan - kawannya berpamitan pulang. Dengan hati yang mendongkol, terpaksa merekapun diijinkan.
Setelah seminggu terlewati, Syafiq menginginkan untuk membalas kunjungan kawan - kawannya itu, maka berangkatlah ia ke rumah mereka untuk meminta maaf atas pristiwa yang telah lalu. terutama pada kawan yang begitu tajam indera keenamnya sehingga langsung memuntahkan ayam bakar yang mau ditelannya.
Setelah berjumpa, Syafiq lantas menanyakan, "Wahai kawan, mengapa ketika makan ayam bakar itu kau begitu mengerti, kalau ayam itu tidak halal?" tanya Syafiq.
" Sebenarnya," kata kawan tadi, " Dalam berbagai makanan, hatiku tidak pernah bernafsu sebagaimana mengahasdapi makanan yang kau hidangkan itu. Sikap seperti itu karena selama dua puluh tahun ini aku selalu mewaspadai nafsuku. Namun ketika menghadapi hidanganmu dulu, hatiku begitu bernafsu untuk segera melahapnya. Perasaan seperti itu belum pernah aku alami sebelumnya. Hal inilah yang mengundang kecurigaanku, mungkin saja makananmu itu ada yang tidak beres, Sehingga segera aku menjauhinya dengan maksud untuk menghajar nafsuku sendiri, bukan bertujuan yang lain.
Dari peristiwa seperti ini kita dapat mengambil pelajaran bawa hawa nafsu itu begitu rakus dan pada biasanya, ia akan selalu cendrung mengajak kepada perbuatan yang tidak benar, sehingg Syekh Muhammad bin Ibrahim mengatakan bhwa jika saja kita kesulitan untuk membedakan antara dua harta atau dua perbuatan yang akan kita lakukan, hendaklah kita pikirkan dulu, mana yang lebih berat menurut hawa nafsu. Sebab yang berat dan yang dibenci nafsu, itulah pada biasanya yang akan mengandung kebenaran. sebaliknya, nafsu akan selalu berkeinginan untuk menggapai harta atau perbuatan yang tidak halal.